***
Dulu kau mengagumiku
Aku tahu.
Namun aku diam..
Memandangmu berbeda dengan mataku
Aku pun kurang berupaya
Kau menangkap gelagat raguku
Kau memutuskan untuk berhenti mengagumiku
Dan aku diikat untuk orang yg lain
***
Aku telah menemukan keselarasanku padanya...
Aku telah menemukan kekosonganku saat tak di sisinya
Aku telah menemukan kesalahpahamanku yang kau luruskan
Aku telah menemukan kebimbanganku terselesaikan berkat upayamu...
Tapi sayang, aku tidak bisa lagi membersamaimu
Sungguh pedih, tidak dikabari (dijauhi) orang yg kita sayang..
Sungguh berat, menghalau rindu karena banyak masalah belum terselesaikan..
Sungguh cintakah, yang kurasa kini?
Sungguh... Cintakah yang datang terlambat ini (?)
***
Sekelumit rasa terbaca dalam hati sambil terjawab pada air mata.
Bulir beningku mengenangnya dan berandai-andai dapat berbincang dengannya walau sekadar melepas hening yang membeku
Tak biasa kusampaikan melainkan dengan orang yang ingin kuajak bicara
Tetapi kini, jangan pernah kau bandingkan lagi ia dengan suamimu
***
Suamiku ada di sisiku dengan kekurangannya
Ia tak bisa membaca kehendakku
Tak wajib mengabulkan kebutuhanku untuk harus menjauhinya dan mengejar asaku
Aku dan dia laksana dua kutub berbeda yang saling tolak menolak
Mereka kira aku bahagia dengan segala kecukupan dunia
Tetapi sekali tidak. Jangan kau ukur kecukupan dunia dengan kata bahagia
Karena ia tetap akan mengatakan tidak
Tidak perlu coba-coba kau memaksa merubah keputusan selain atas. kerelaannya sendiri
Mungkin ini tabiat berumah-tangga
Selalu ada bumbu yang dominan dan berbeda di setiap hari..
Dulu kau mengagumiku
Aku tahu.
Namun aku diam..
Memandangmu berbeda dengan mataku
Aku pun kurang berupaya
Kau menangkap gelagat raguku
Kau memutuskan untuk berhenti mengagumiku
Dan aku diikat untuk orang yg lain
***
Aku telah menemukan keselarasanku padanya...
Aku telah menemukan kekosonganku saat tak di sisinya
Aku telah menemukan kesalahpahamanku yang kau luruskan
Aku telah menemukan kebimbanganku terselesaikan berkat upayamu...
Tapi sayang, aku tidak bisa lagi membersamaimu
Sungguh pedih, tidak dikabari (dijauhi) orang yg kita sayang..
Sungguh berat, menghalau rindu karena banyak masalah belum terselesaikan..
Sungguh cintakah, yang kurasa kini?
Sungguh... Cintakah yang datang terlambat ini (?)
***
Sekelumit rasa terbaca dalam hati sambil terjawab pada air mata.
Bulir beningku mengenangnya dan berandai-andai dapat berbincang dengannya walau sekadar melepas hening yang membeku
Tak biasa kusampaikan melainkan dengan orang yang ingin kuajak bicara
Tetapi kini, jangan pernah kau bandingkan lagi ia dengan suamimu
***
Suamiku ada di sisiku dengan kekurangannya
Ia tak bisa membaca kehendakku
Tak wajib mengabulkan kebutuhanku untuk harus menjauhinya dan mengejar asaku
Aku dan dia laksana dua kutub berbeda yang saling tolak menolak
Mereka kira aku bahagia dengan segala kecukupan dunia
Tetapi sekali tidak. Jangan kau ukur kecukupan dunia dengan kata bahagia
Karena ia tetap akan mengatakan tidak
Tidak perlu coba-coba kau memaksa merubah keputusan selain atas. kerelaannya sendiri
Mungkin ini tabiat berumah-tangga
Selalu ada bumbu yang dominan dan berbeda di setiap hari..
Komentar
Posting Komentar