November 2022
Aku mendapat kabar dari guru sekolahnya bahwa ia demam di sekolah. Hari Jumat. Maka langsung aku bawa ke RSUD terdekat untuk memastikan semuanya.
Menjelang PTS kelas 2, ia memang mengalami batuk-batuk yang seakan tidak selesai. Batuknya berdahak. Semula saya anggap biasa saja. Entahlah siapa yang menularkan. Di rumah tidak ada yang merokok sama sekali. Juga pernah, saya menghabiskan sisa makanan yang belum habis ia makan, kemudian saya ikut batuk berdahak padahal sebelumnya sehat-sehat saja. Tenggorokan saya rasa sakit untuk menelan, lalu diikuti ada gumpalan di pangkal hidung. Cepat sekali menularnya, saya pikir.
Dari mulai madu batuk, air jahe madu, buah jeruk, tablet hisap vitamin anak, tolak angin anak, ana konidin merah, semua belum juga membuat batuknya berhenti. Belakangan saya tahu bahwa untuk batuk berdahak, harusnya minum Ana Konidin Expectorant yang warna ungu.
Saya melangkahkan kaki ke RSUD yang sebelum era pandemi merupakan sebuah Puskesmas kecamatan. Non-BPJS, karena harus dirujuk dari Puskesmas dulu beserta persyaratan lain jika mau pakai BPJS. Repot mengurusnya, saya pakai pembayaran tunai pribadi.
Sebelum mendapatkan nomor antrian, harus menginstal aplikasi e-Jantung dulu dari Google Playstore. Itu merupakan aplikasi pendaftaran pasien baru dan lama RSUD Kramat Jati, beserta pemilihan poli dan nama dokternya.
Saya searching-searching tentang penyakit TBC, penyakit yang saya khawatirkan menimpa keluarga kami. Cukup menyeramkan bahwa Indonesia merupakan negara kedua terbanyak warganya menderita penyakit TBC yang disebabkan oleh bakteri tuberculosis.
Lewat media sosial lain (IG), saya juga mengikuti seminar dokter spesialis paru yang rendah hati dari RS di Malang. Menurutnya, ciri-ciri penyakit ini biasanya batuk berdahak lebih dari 2 Minggu, berkeringat pada malam hari padahal sudah pakai AC/kipas angin, dahak berwarna hijau, sesak nafas, berat badan menyusut, nafsu makan berkurang. Pengobatan penyakit TBC perlu 6 bulan minum obat khusus TBC tanpa putus. Jika putus 1 hari saja, perlu dihitung dari hari pertama. Tentunya ini sangat mencengangkan. Seketat itu untuk melakukan penyembuhan.
Selain itu, alat makan si penderita tidak disarankan bercampur dengan orang yang sehat. Menular sangat mudah melalu percikan air liur, mirip seperti COVID tetapi bakteri ini bisa menjalar ke organ lain seperti otak, kulit, tulang, jantung, dan lainnya. TBC paru dan kelenjar termasuk TBC ringan, yang berat adalah TBC selain keduanya; butuh pengobatan selama 1 tahun.
Kembali ke cerita di RSUD, saya dikenakan Rp.60.000,00 untuk biaya administrasi rumah sakit. Setelah diberi stiker nama dan berkas rujukan untuk ke poli anak, saya dan anak beranjak ke lantai 2, tempat poli anak berada.
Dokter Dessy Gloria, Sp.A. Dokter rendah hati yang hati-hati ketika memeriksa dan memberikan obat. Karena anak saya sudah batuk selama berbulan-bulan, dokter meminta supaya Fathan dites dahak ke laboratorium dan suntik mantoux untuk memastikan apakah penyakit TBC yang diderita, atau infeksi paru-paru/ paru-paru basah/ pneumonia.
Alhamdulillah, hasil kedua tes itu menunjukkan negatif TB. Setelah itu, dokter akan meneliti hasil rontgen. Maka kami ke radiologi untuk rontgen paru.
Rontgen paru keluar setelah hari ke-2. Diambil di rumah sakit. Terdapat banyak kabut di salah satu paru-paru. Hasil diagnosisnya, bronchopneumonia. Dokter memberikan 1 paket obat antibiotik racikan berupa puyer yang diminum sehari 3x, 1 paket obat alergi batuk pilek berupa puyer yang diminum sehari 3x, dan 1 paket tablet bernama cetrizine yang diminum 1 hari sekali. Dokter meminta kembali ke RS setelah 6 hari kemudian.
Di pekan berikutnya setelah 6 hari, saya melihat batuknya anak berkurang. Maka dokter merasa tenang bahwa penyakit batuknya hanya infeksi karena batuknya baru diobati sekarang, bukan batuk karena bakteri tuberculosis. Dokter meminta untuk menghindari makanan pemicu batuk seperti yang bersuhu dingin dan terlalu banyak minyak kotor, ruangan pengap asap rokok (meskipun di rumah kami, ayah dan kakeknya tidak ada yang merokok ๐ข), dan menjaga jarak dari penderita batuk dahak lain.
Januari 2023.
Sebelum anak saya sembuh, saya dan kedua adiknya juga sempat mengalami batuk dahak. Saya membawa mereka ke pusat inhalasi di Klinik Corini Jl. Entong Gendut, untuk diuap pakai alat nebulizer mesin Omron. Masker anak di sana harganya Rp.60.000,00/buah. Sekali uap Rp.90.000,00. Sebelum diuap, disinar lampu UV dulu punggungnya juga harus 3x berturut2 diuapnya untuk benar-benar menghabiskan dahak yang ada di saluran pernapasannya.
Februari 2023.
Fathan kembali ke rumah sakit karena batuk lagi. Pengobatan dari dokter Dessy masih sama. Beliau hati-hati dalam memberikan dosis. Masih dosis yang sama. Anak saya dikasih 2 puyer dan 1 cetrizine. Semuanya harus dihabiskan. Dan kini bulan Maret, saya dapat melihat ia tidak terganggu lagi dengan batuk berdahak. Saya juga mengajarkan agar Fathan membaca doa perlindungan
"Bismillaahilladzii laa yadhurru ma'asmihii syai-un fil Ardhi walaa fisssamaa-i wahuwassamii'ul 'aliim" di setiap kesempatan. Meminimalisasi makhluk yang dapat membawa mudharat.
Itulah sekelumit cerita penyembuhan anak saya yang terkena pneumonia/paru-paru basah. Semoga Ananda Fathan dan kita semua sehat selalu dan terhindar dari penyakit yang menyeramkan. Aamiin
Komentar
Posting Komentar