Ini adalah sebuah kisah yang menceritakan ayahku, sosok rendah hati yang bekerja gigih untuk kebaikan seluruh keluarganya.
Di seluruh keluarga saya, hny saya yang mewarisi golongan darah ayah saya, juga golongan darah kedua anak saya. Orang yang paling mengerti perasaan saya juga ayah saya. Kata orang, perasaan seorang yang berdarah sama, bisa sama.
Lahir di sebuah dusun di Desa Ciomas, Bogor dari orang tua yang bekerja sebagai petani. Ayahku anak kedua dari 5 bersaudara yang hidup dengan kesederhanaan bahkan kekurangan. Di usia SD, ayahku bangun jam 4 sebelum subuh untuk menumbuk padi dan berjualan genjer di perjalanan sekolahnya. Ayahku kecil bernama Suhandi. Ini nama pemberian nenekku. Tetapi ayah juga menjadi murid yang paling disayang oleh kiyai Falak dari Pagentongan, maka ditambahilah nama Syahid dan Azis yang mengapit nama Suhandi tersebut. Hehe...
Ayah masa kecil kagum dengan pesawar yang melintas terbang di atas rumahnya. Kemudian terinspirasi untuk membuat pesawat dari kertas, layang-layangan, dan berazzam harus menjadi anak pintar agar kelak dapat naik pesawat.
Saat saudara kandungnya bermain, ayahku di kamarnya belajar dan menghafal pelajarannya. Saat saudara kandungnya bermalasan, ayahku bekerja membantu kakek dan nenekku. Ayah sungguh orang yang berbudi.
Tinggal di Condet, tetangga kanan kiri yang sudah lansia bercerita padaku memuji kedermawanan ayah yang suka memberi walaupun senilai lima ribu rupiah.
Berangkat ke sekolah, ayah jalan kaki sejauh 2 km yang harus lewati sawah. Kadang ia dipatuk ular, untung saja tidak berbisa. Kadang juga ia dihinggapi lintah yang mengisap darahnya. Tetapi Allah swt masih melindunginya.
Kesungguh-sungguhan ingin membuat orang tua dan keluarganya bermartabat membuat ayahku tak berhenti dalam langkah cita-citanya. Lulus SMA, mendapat beasiswa masuk IAIN Jakarta (sekarang UIN) jurusan hukum syari'ah dan aktif di kegiatan kemahasiswaan (PMII) dan pernah tinggal di musalah karena tidak punya uang untuk sewa kamar kost. Ayahku juga bercerita ia menjadi guru privat mengaji dan bahasa inggris di banyak tempat. Sampai akhirnya bertemu dengan mamaku di kampus yang sama, ayah melamar mama dengan usaha yg cukup keras. Hal ini karena mama saya keturunan Arab, sedangkan ayah saya Sunda tulen. Kegigihan ayahku merubah pendirian ayah mertua sampai akhirnya menikah dan saya dikaruniai 4 orang adik. Ayah mendidik aku dengan cukup tegas dan disiplin. Aku sering merasa sedih saat kukecil; dipukul sapu lidi saat tidak gegas wudhu ketika azan telah berkumandang, harus tetap berangkat mengaji walau ada ulangan juga di sekolah, dilarang gengsi dan sombong, jadi orang harus ringan tangan terutama setelah dibantu atau saat bertamu cucilah piring yang kita pakai makan/minum maka orang berkesan. Saya juga pernah diantar jemput ke LIA Pasar Minggu sewaktu SMA, diantar sewaktu bimbingan skripsi di UIN, dan masih banyak lagi kebaikan2 ayah yang tidak terhitung untukku dan untuk anak-anaknya semua.
Jika ada setaman bunga yang berisi macam-macam bunga yang berwarna-warni dan keindahannya memesona mmata, ingin aku petik sebuket bunga-bunga itu kubungkus dengan kain indah untuk ayahku.
Semoga Allah mer
Di seluruh keluarga saya, hny saya yang mewarisi golongan darah ayah saya, juga golongan darah kedua anak saya. Orang yang paling mengerti perasaan saya juga ayah saya. Kata orang, perasaan seorang yang berdarah sama, bisa sama.
Lahir di sebuah dusun di Desa Ciomas, Bogor dari orang tua yang bekerja sebagai petani. Ayahku anak kedua dari 5 bersaudara yang hidup dengan kesederhanaan bahkan kekurangan. Di usia SD, ayahku bangun jam 4 sebelum subuh untuk menumbuk padi dan berjualan genjer di perjalanan sekolahnya. Ayahku kecil bernama Suhandi. Ini nama pemberian nenekku. Tetapi ayah juga menjadi murid yang paling disayang oleh kiyai Falak dari Pagentongan, maka ditambahilah nama Syahid dan Azis yang mengapit nama Suhandi tersebut. Hehe...
Ayah masa kecil kagum dengan pesawar yang melintas terbang di atas rumahnya. Kemudian terinspirasi untuk membuat pesawat dari kertas, layang-layangan, dan berazzam harus menjadi anak pintar agar kelak dapat naik pesawat.
Saat saudara kandungnya bermain, ayahku di kamarnya belajar dan menghafal pelajarannya. Saat saudara kandungnya bermalasan, ayahku bekerja membantu kakek dan nenekku. Ayah sungguh orang yang berbudi.
Tinggal di Condet, tetangga kanan kiri yang sudah lansia bercerita padaku memuji kedermawanan ayah yang suka memberi walaupun senilai lima ribu rupiah.
Berangkat ke sekolah, ayah jalan kaki sejauh 2 km yang harus lewati sawah. Kadang ia dipatuk ular, untung saja tidak berbisa. Kadang juga ia dihinggapi lintah yang mengisap darahnya. Tetapi Allah swt masih melindunginya.
Kesungguh-sungguhan ingin membuat orang tua dan keluarganya bermartabat membuat ayahku tak berhenti dalam langkah cita-citanya. Lulus SMA, mendapat beasiswa masuk IAIN Jakarta (sekarang UIN) jurusan hukum syari'ah dan aktif di kegiatan kemahasiswaan (PMII) dan pernah tinggal di musalah karena tidak punya uang untuk sewa kamar kost. Ayahku juga bercerita ia menjadi guru privat mengaji dan bahasa inggris di banyak tempat. Sampai akhirnya bertemu dengan mamaku di kampus yang sama, ayah melamar mama dengan usaha yg cukup keras. Hal ini karena mama saya keturunan Arab, sedangkan ayah saya Sunda tulen. Kegigihan ayahku merubah pendirian ayah mertua sampai akhirnya menikah dan saya dikaruniai 4 orang adik. Ayah mendidik aku dengan cukup tegas dan disiplin. Aku sering merasa sedih saat kukecil; dipukul sapu lidi saat tidak gegas wudhu ketika azan telah berkumandang, harus tetap berangkat mengaji walau ada ulangan juga di sekolah, dilarang gengsi dan sombong, jadi orang harus ringan tangan terutama setelah dibantu atau saat bertamu cucilah piring yang kita pakai makan/minum maka orang berkesan. Saya juga pernah diantar jemput ke LIA Pasar Minggu sewaktu SMA, diantar sewaktu bimbingan skripsi di UIN, dan masih banyak lagi kebaikan2 ayah yang tidak terhitung untukku dan untuk anak-anaknya semua.
Jika ada setaman bunga yang berisi macam-macam bunga yang berwarna-warni dan keindahannya memesona mmata, ingin aku petik sebuket bunga-bunga itu kubungkus dengan kain indah untuk ayahku.
Semoga Allah mer
Komentar
Posting Komentar